Kamis, 23 Mei 2013

Makalah MANAJEMEN RISIKO PEMBIAYAAN MURABAHAH



MANAJEMEN RISIKO PEMBIAYAAN MURABAHAH


MAKALAH

Diajukan untuk Melengkapi Syarat Ujian Komprehensif



 










Oleh :
MUHAMMAD HISYAM            (092411112)




JURUSAN EKONOMI ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013









MANAJEMEN RISIKO PEMBIAYAAN MURABAHAH

I.                   PENDAHULUAN
Risiko perbankan di Indonesia pada umumnya kurang mendapat perhatian secara serius dan proposional hingga akhir tahun 2000-an. Hal ini terindikasi dari kurangnya perhatian bank untuk menerapkan prinsip-prinsip manajemen risiko sebagai bagian dari manajemen perbankan, sedikit bank yang membentuk komite manajemen risiko dan menempatkannya pada posisi strategis bank, kemudian ada pandangan yang keliru bahwa risiko harus dihindari, padahal risiko selalu ada dalam dunia bisnis. Bank Indonesia telah mewajibkan bank komersial untuk menerapkan manajemen risiko sebagai bagian dari penilaian kinerja bank.  Para komisaris dan direktur bank mewajibkan memilki sertifikat manajemen risiko yang dikeluarkan oleh Badan Sertifikat Manajemen Risiko.[1]
Manajemen risiko dalam Lembaga Keuangan Syariah mempunyai karakter yang berbeda dengan Lembaga Keuangan Konvensional, terutama karena adanya jenis-jenis resiko yang khas melekat hanya pada Lembaga Keuangan yang beroperasi secara syariah. Manajemen risiko tersebut diaplikasikan untuk menjaga agar aktifitas operasional bank tidak mengalami kerugian yang melebihi batas kemampuan bank untuk menyerap kerugian tersebut atau membahayakan kelangsungan dan kesehatan bank. Kebijakan pengendalian risiko bagi bank adalah salah satu cara untuk melakukan pembatasan atas berbagai risiko dari masing-masing kegiatan.[2]
Konsep muamalah yang diperkenalkan dalam Islam adalah jual beli (al-bai’) yaitu: mengalihkan hak milik kepada seseorang sesuatu barang dengan menerima dari padanya harta (harga) atas keridhaan kedua belah pihak (pihak penjual dan pihak pembeli).[3]
Transaksi murabahah ini lazim dilakukan oleh Rosulullah SAW dan para sahabatnya. Secara sederhana, murabahah berarti suatu penjualan barang seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang disepakati. Misalnya, seseorang membeli barang kemudian menjualnya kembali dengan keuntungan tertentu. Berapa besar keuntungan tersebut dapat dinyatakan dalam nominal rupiah tertentu atau dalam bentuk persentase dari harga pembeliannya, misalnya 10% atau 20%.[4]
II.                RUMUSAN MASALAH
A.      Apa yang dimaksud dengan murabahah dan manajemen risiko?
B.       Bagaimana manajemen risiko pembiayaan murabahah?
III.             PEMBAHASAN
A.      Pengertian Murabahah
Secara linguistik, murabahah berasal dari kata ribh yang bermakna tumbuh dan berkembang dalam perniagaan. Perniagaan yang dilakukan mengalami perkembangan dan pertumbuhan. Menjual barang secara murabahah berarti menjual barang dengan adanya tingkat keuntungan tertentu.[5]
Secara umum murabahah adalah transaksi penjualan harga barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Karakteristiknya adalah penjual harus memberitahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya.
Jadi singkatnya murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Akad ini merupakan salah satu bentuk natural certainty contract, karena dalam murabahah ditentukan beberapa required rate of profit-nya (keuntungan yang ingin diperoleh).[6]
Akad perjanjian murabahah penyediaan barang berdasarkan jual beli, di mana bank membiayai (membelikan) kebutuhan barang atau investasi nasabah dan menjual kembali kepada nasabah ditambah dengan keuntungan yang disepakati. Pembayaran dari nasabah dilakukan dengan cara angsuran dalam jangka waktu yang telah ditentukan.[7]
B.       Pengertian Manajemen Risiko
Manajemen risiko menurut Bank Indonesia adalah serangkaian prosedur dan metoda yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur memantau dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank.[8]
Manajemen risiko yaitu serangkaian prosedur dan metodologi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha.[9] Manajemen risiko adalah cara-cara yang digunakan manajemen untuk menangani berbagai permasalahan yang disebabkan oleh adanya risiko.[10]
Widigdo Sukarman mengidentifikasi manajemen risiko sebagai keseluruhan sistem pengelolaan dan pengendalain risiko yang dihadapai oleh bank yang terdiri dari seperangkat alat, teknik, proses manajemen dan organisasi yang ditujukan untuk memelihara tingkat profitabilitas dan tingkatkesehatan bank yang ditetapkan dalam corporate plan.[11]
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa manajemen risiko merupakan sistem yang digunakan untuk mengelola risiko yang dihadapi dan mengendalikan risiko tersebut agar tidak merugiakan.
C.       Jenis-Jenis Risiko Bank Syariah
Bisnis perbankan baik itu bank konvensional ataupun bank syariah akan berhadapan dengan berbagai jenis risiko. Risiko perbankan syariah diantaranya adalah sebagai berikut :
a)      Risiko Modal (capital risk)
Unsur lain dari risiko yang berhubungan dengan perbankan adalah risiko modal (capital risk) yang merefleksikan tingkat leverage yang dipakai oleh bank. Salah satu fungsi modal adalah melindungi para penyimpan dana terhadap kerugian yang terjadi pada bank.
Risiko modal berkaitan dengan kualitas aset. Bank yang menggunakan sebagian besar dananya untuk mendanai aset yang berisiko perlu memiliki modal penyangga yang besar untuk sandaran bila kinerja aset-aset itu tidak baik.[12]
b)      Risiko Likuiditas
Risiko antara lain disebabkan bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo. Bank memiliki dua sumber utama bagi likuiditasnya, yaitu aset dan liabilitas.[13]
c)      Risiko Kredit/ Pembiayaan
Resiko kredit muncul jika bank tidak bisa memperoleh kembali  cicilan pokok dan atau bunga dari pinjaman yang diberikannya atau investasi yang sedang dilakukannya. Hal ini terjadi sebagai akibat terlalu mudahnya bank memberikan pinjaman atau melakukan investasi karena dituntut untuk memanfaatkan kelebihan likuiditasnya sehingga penilaian kredit menjadi kurang cermat dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan resiko untuk usaha yang dibiayainya.
d)     Risiko Pasar
Resiko pasar adalah resiko kerugian yang dapat dialami bank melalui portofolio yang dimilikinya sebagai akibat pergerakan variabel pasar (adverse movement) yang tidak menguntungkan. Variabel pasar yang dimaksud adalah suku bunga (interest rate) dan nilai tukar (foreign exchange rate).
Meskipun bank syariah tidak berurusan dengan tingkat suku bunga, namun bagi Indonesia yang menerapkan dual banking system resiko ini akan berpengaruh secara tidak langsung yaitu pada pricing, mengingat nasabah yang dijangkau oleh bank syariah bukan saja nasabah-nasabah yang loyal secara penuh terhadap syariah, tetapi juga nasabah-nasabah yang akan menempatkan dananya ke tempat-tempat yang akan memberikan keuntungan maksimal baginya tanpa memperhitungkan halal atau haramnya.
e)      Risiko Operasional
Resiko operasional adalah resiko akibat kurangnya (deficiencies) sistem informasi atau sistem pengawasan internal yang akan menghasilkan kerugian yang tidak diharapkan. Resiko ini mencakup kesalahan manusia (human error), kegagalan sistem, dan ketidakcukupan prosedur dan kontrol yang akan berpengaruh pada opersional bank.
f)       Risiko Hukum
Resiko hukum adalah terkait dengan resiko bank yang menanggung kerugian sebagai akibat adanya tuntutan hukum, kelemahan dalam aspek legal atau yuridis. Kelemahan ini diakibatkan antara lain oleh ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan seperti tidak terpenuhinya syarat-syarat syahnya kontrak dan pengikatan agunan yang tidak sempurna.[14]
g)      Risiko Reputasi
Resiko reputasi adalah resiko yang timbul akibat adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau karena adanya persepsi negatif terhadap bank. Hal-hal yang sangat berpengaruh pada reputasi bank antara lain adalah; manajemen, pelayanan, ketaatan pada aturan, kompetensi, fraud dan sebagainya.
D.      Dasar Hukum Murabahah
Al Qur’an tidak secara langsung membicarakan tentang murabahah meski disana ada sejumlah acuan tentang jual beli, laba, rugi dan perdagangan. Demikian pula, tidak ada hadis yang memiliki rujukan langsung kepada murabahah. Landasan hukum seperti yang diungkapkan oleh Dewan Syariah Nasional dalam himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia NO.04/DSN-MU/IV/2000 mengenai murabahah adalah sebagai berikut:
Surat Al Baqarah ayat 275:
¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$#
“Dan Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
Surat Al Muzamil ayat 20:
tbrãyz#uäur tbqç/ÎŽôØtƒ Îû ÇÚöF{$# tbqäótGö6tƒ `ÏB È@ôÒsù «!$#
“dan orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah”
Ayat tersebut menjelaskan bahwa sebagian makhluk hidup di dunia, senantiasa mencari rizki karunia Allah dengan ber-muamalah, salah satunya dengan jual beli murabahah.
Bahwasanya dalil-dalil mengenai murabahah, mudharabah adalah dalil-dalil nash, walaupun dalam dalil-dalil tersebut tidak disebutkan secara jelas mengenai keabsahan murabahah, akan tetapi menunjukkan tentang jual beli yang dibenarkan dalam al Quran dan sunah nabi karena murabahah sama juga dengan jual beli tangguh.
E.       Risiko Pembiayaan
 Risiko pembiayan adalah risiko yang disebabkan oleh adanya kegagalan counterparty dalam memenuhi kewajibannya.[15]
Risiko kredit adalah risiko debitur atau pembeli secara kredit tidak dapat membayar hutang dan memenuhi kewajiban seperti tertuang dalam kesepakatan, atau turunnya kualitas debitur atau pembeli sehingga persepsi mengenai kemungkinan gagal bayar semakin tinggi.[16]
Risiko kredit atau sering disebut juga default risk merupakan suatu risiko akibat kegagalan atau ketidakmampuan nasabah mengembalikan jumlah pinjaman yang diterima dari bank beserta bunganya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan atau dijadwalkan.[17]
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa risiko pembiayaan merupakan risiko yang timbul akibat dari nasabah yang gagal atau tidak mampu dalam mengembalikan pembiayaan sesuai dengan perjanjian yang telah dilakukan.
Setiap pemberian pembiayaan mengandung risiko sebagai akibat ketidakpastian dalam pengembaliannya. Oleh karena itu, bank perlu mencegah atau memperhitungkan kemungkinan timbulnya risiko tersebut. Risiko-risiko yang mungkin timbul adalah :[18]
a. Analisis kredit yang tidak sempurna,
b. Monitoring proyek-proyek yang dibiayai,
c. Penilaian dan peninjauan agunan,
d. Penyelesaian kredit bermasalah,
e. Penilaian pembelian surat-surat berharga, dan
f. Penetapan limit untuk seluruh eksposure kepada setiap individu.
Upaya-upaya untuk mengeliminasi risiko-risiko tersebut di atas meliputi hal-hal berikut:
a. Dalam pemberian kredit, bank harus melakukan analisis yang mendalam terhadap proyek yang dibiayai sebelum pemberian kredit dilakukan.
b. Setelah kredit diberikan, bank wajib melakukan pemantauan terhadap kemampuan dan kepatuhan debitur serta perkembangan proyek yang dibiayai.
c. Bank perlu melakukan peninjauan dan penilaian kembali agunan secara berkala sesuai prosedur yang telah ditetapkan.
d. Apabila telah terdapat kredit-kredit bermasalah, bank wajib menyelesaikan secara tuntas sehingga tidak membebani kinerja Kualitas Aktiva Produktif (KAP) bank.
e. Bank telah mendiversifikasikan penanaman dananya, sebelum pembelian terhadap surat-surat berharga (SBB) harus dilakukan penilaian terhadap kemampuan penerbit atau memperhatikan rating SBB dimaksud.
f. Pembatasan credit line kepada setiap individu debitur maupun kelompok untuk menghindari risiko yang lebih besar bilamana kredit dimaksud wanprestasi.
F.        Risiko Pembiayaan Murabahah
Pada risiko kredit kerugian atau risiko terjadi akibat dari kegagalan debitur yang tidak dapat diperkirakan atau karena debitur tidak mampu memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian atau penurunan kualitas kredit pada nasabah.[19]
Seperti yang telah dijelaskan diatas, pembiayaan murabahah merupakan pembiayaan yang dicirikan dengan adanya penyerahan barang diawal akad dan pembayaran kemudian, baik dalam bentuk angsuran maupun dalam bentuk lump sum (sekaligus). Dengan demikian, Pada pemberian pembiayaan murabahah dengan jangka waktu panjang menimbulkan risiko tidak bersaingnya bagi hasil kepada dana pihak ketiga.
Sedang pada pembiayaan murabahah risiko bisa terjadi yang berakibat pada bank, diantara kemungkinan risiko yang harus diantisipasi dalam pembiayaan murabahah antara lain:[20]
a. Default atau kelalaian, nasabah sengaja tidak membayar angsuran.
b. Fluktuasi harga komparatif. Ini terjadi bila harga suatu barang dipasar naik setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bisa mengubah harga jual beli tersebut.
c. Penolakan nasabah; barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah karena berbagai sebab antara lain rusak dalam perjalanan.
d. Dijual; karena pembiayaan murabahah bersifat jual beli dengan utang, maka ketika kontrak ditanda tangani, barang itu menjadi.
Dalam analisis risiko pembiayaan yang terkait dengan risiko pembiayaan murabahah, menggunakan analisis risiko yang berbasis Natural Certainty Contracts yaitu mengidentifikasi dan menganalisis dampak dari seluruh risiko nasabah sehingga keputusan pembiayaan yang diambil sudah memperhitungkan risiko yang ada dari pembiayaan berbasis Natural Certainty Contracts.


IV.             KESIMPULAN
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Akad ini merupakan salah satu bentuk natural certainty contract, karena dalam murabahah ditentukan beberapa required rate of profit-nya (keuntungan yang ingin diperoleh). Akad perjanjian murabahah penyediaan barang berdasarkan jual beli, di mana bank membiayai (membelikan) kebutuhan barang atau investasi nasabah dan menjual kembali kepada nasabah ditambah dengan keuntungan yang disepakati. Pembayaran dari nasabah dilakukan dengan cara angsuran dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
Manajemen risiko merupakan sistem yang digunakan untuk mengelola risiko yang dihadapi dan mengendalikan risiko tersebut agar tidak merugiakan.
Manajemen risiko disini sangatlah penting dalam pembiayaan murabahah dan mendukung berhasil tau tidaknya bank dalam melaksanakan tugasnya. Tidak hanya kerjasama intern, kerjasama ekstern juga harus diperhatikan.
V.                PENUTUP
 Demikian makalah yang dapat kami susun. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam hal penulisan maupun isi dari makalah ini. Oleh karena itu kritik yang konstruktif sangat kami harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah selanjutnya agar lebih baik. Semoga makalah ini bermanfa’at bagi penyusun khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Amiiin.


DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani, 2001.
Arifin, Zainul, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta : Pustaka Alvabet, 2005.
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Hukum Hukum Fiqih Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, Cet I, 1997.
Djohanputro, Bramantyo, Manajemen Risiko Korporat Terintagrasi, Jakarta: PPM, 2004.
Djuwaini, Dimyauddin, Pengantar Fiqih Muamalah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
Hasibun, Malayu S.P, Dasar-Dasar Perbankan,  Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Http//:www.pkesienteraktif.com/content/view/175/36/lang.id
Karim, Adiwarman A, Bank Islam : Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010.
Kountur, Ronny  , Manajemen Risiko Operasional,  Jakarta : PPM, 2004.
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta : Unit Penerbit dan Percetakan (UPP), 2005.
Rivai, dkk.  Bank And Financial Institution Management, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007.
Sjahdeini, Sutan Remy, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, Jakarta: Pustaka Utama Graffiti, 1999.
Suhardjono, Manajemen Perkreditan Usaha Kecil Menengah,  Yogyakarta: UPP AMP YPKPN 2003.
Taswan, Manajemen Perbankan, Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2006.


[1] Taswan, Manajemen Perbankan, Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2006, hlm. 295.
[2] Adiwarman A. Karim, Bank Islam : Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010, hlm. 256.
[3] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Hukum Hukum Fiqih Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, Cet I, 1997, hlm. 328.
[4] Adiwarman A. Karim, Op. Cit. hlm. 113.
[5] Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqih Muamalah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, hlm. 103-105.
[6] Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, Jakarta: Pustaka Utama Graffiti, 1999, hlm. 65.
[7] Diambil dari internet tanggal 6 April 2013 jam 10.20 pada http//:www.pkesienteraktif.com/content/view/175/36/lang.id
[8] Taswan, Op. Cit. Hlm. 296.
[9] Adiwarman A. Karim, Op. Cit. hlm. 255.
[10] Ronny  Kountur, Manajemen Risiko Operasional,  Jakarta : PPM, 2004. Hlm. 8.
[11] Taswan, Op. Cit. Hlm. 296.
[12] Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta : Unit Penerbit dan Percetakan (UPP), 2005, hlm 358.
[13] Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta : Pustaka Alvabet, 2005, hlm 60.
[14] Hendro Wibowo, Manajemen Risiko Bank Syariah, http://hndwibowo.blogspot.com manajemen risiko bank syariah.html, di kutip pada 20/05/2011.
[15] Adiwarman A. Karim, Bank Islam : Analisis Fiqh dan Keuangan, Op. Cit. Hlm. 260.
[16] Bramantyo Djohanputro, Manajemen Risiko Korporat Terintagrasi, Jakarta: PPM, 2004. Hlm. 74.
[17] Rivai, dkk.  Bank And Financial Institution Management, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007. Hlm. 806.
[18] Malayu S.P Hasibun, Dasar-Dasar Perbankan,  Jakarta: Bumi Aksara, 2006. Hlm. 175-176.
[19] Suhardjono, Manajemen Perkreditan Usaha Kecil Menengah,  Yogyakarta: UPP AMP YPKPN 2003.  Hlm. 74.
[20] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani, 2001. Hlm. 107.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar